Senin, 05 Mei 2008

Mengisi Hardiknas Dengan Giat Membaca



Pada bulan Mei ini, ada dua hari yang cukup penting bagi dunia pendidikan kita yakni hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei dan Hari Buku yang hadir pada setiap tanggal 17 Mei. Kedua moment tersebut idealnya bisa menjadi pelecut diri kita untuk lebih bersemangat dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan menumbuhkan kecintaan kita terhadap buku dengan lebih giat membaca.

Data mutakhir dari United Nations Development Programme tahun 2005 menyebutkan, posisi minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat 96 dari 100 negara di dunia yang diteliti. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat minat baca masyarakat Indonesia termasuk masyarakat Jawa Timur sebagian besar masih rendah.

Mengapa minat baca di Indonesia dikatakan rendah? Ada beberapa faktor yang harus segera kita tuntaskan. Pertama, banyaknya jenis hiburan seperti Playstation dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku. Demikian pula dengan surfing di internet yang makin mudah diakses membuat kita lupa terhadap buku.

Kedua, budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita. Kita terbiasa mendengar dan belajar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat secara verbal dikemukakan orangtua, tokoh masyarakat, penguasa pada zaman dulu. Tidak ada pembelajaran secara tertulis. Jadi tidak terbiasa mencapai pengetahuan melalui bacaan Hanya saja apa yang dapat dilihat di internet bukan hanya tulisan tetapi hal-hal visual lainnya yang kadangkala kurang tepat bagi konsumsi anak-anak. Ini harus kita rubah.

Ketiga, banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket. Tempat-tempat seperti ini justru semakin mengasah tingkat konsumerisme kita. Keempat, para ibu terutama di pedesaan, juga disibukkan dengan membantu mencari tambahan nafkah untuk keluarga, sehingga tiap hari waktu luang sangat minim bahkan hampir tidak ada untuk membantu anak membaca buku.

Kelima,sarana untuk memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan,masih merupakan barang aneh dan langka. Untuk meningkatkan minat baca, harus dimulai dari usia sangat dini karena minat ini tumbuh sebagai hasil kebiasaan membaca.

Dari keenam persoalan tadi, peran orang tua menjadi sangat urgen. Sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, keluarga memainkan peran sentral sebagai sekolah pertama bagi anak. Orang tua harus mampu menjadi motivator ulung dan penyemanagat yang luar biasa bagi putra putrinya. Rosulullah SAW menganjurkan agar tidak hanya banyak anak tapi juga mampu mengkader putra-putrinya menjadi muslim yang kuat dan berkualitas tinggi. Tentu saja, keteladanan orang tua menjadi cara ampuh agar anak gemar membaca. Jika orang tuanya tidak ”gila” buku, jangan harap sang anak pun juga dengan mudah bisa membiasakan diri untuk gemar membaca.

Tidak hanya peran orang tua, pemerintah juga harus bersemangat untuk menumbuhkan minat baca masyarakat dengan kampanye dan pembangunan perpustakaan, taman baca atau rumah baca yang merata. Saya melihat pembangunan taman baca hanya tersentral di kawasan perkotaan saja. Kawasan pedesaan yang notabene minim fasilitas juga belum tersentuh.

Dengan tersedianya buku dan ruang baca bagi warga, menjadikan masyarakat makin cerdas dan kreatif. Mereka akan membuka usaha, berani mandiri, bekerja secara profesional, berdiri tegak di antara bangsa-bangsa. Untuk meralisasikan semua ini dibutuhkan suatu program meningkatkan minat baca dengan visi dan misi mencerdaskan bangsa, menjadikan negara Indonesia sejajar di antara bangsa-bangsa di dunia. Semoga! []

2 komentar:

ajeng mengatakan...

Di...
makin ok ajah niy tulisannya
hehehe

blogmu ku link ke blog ku yah!
boleh mampir juga kok di:
ajengajeng.blogspot.com

winda hardyanti mengatakan...

Blognya oke... :-)