Kamis, 30 Oktober 2008

Kita, Diantara Kemiskinan dan Pemiskinan

Syahdan, di sebuah laboratorium medis di negeri Adidaya, sedang digelar lelang otak manusia dari berbagai negeri. Dokter A menawarkan otak orang Jerman. Pasalnya, sudah sejak lama memilki tradisi dan karakter yang kuat dalam memajukan bangsa. Banyak mobil diproduksi disana, pesawat terbang dan alat transportasi lainnya. Dokter B punya pendapat berbeda. Dia menyodorkan otak orang Jepang saja, karena punya disiplin tinggi, pekerja keras dan tidak gampang nyerah. ”Kedepan kita butuh manusia dengan soft skill berkualitas. Jepang juga banyak menhasilkan kendaraan,” kata dokter Jepang.

Tiba-tiba ada seorang dokter menawarkan otak orang Indonesia, namun dengan harga yang jauh lebih mahal dari kedua otak sebelumnya. ”Ini saya tawarakan mulai 5 juta dollar,”kata dokter C. Para peserta dibuat terbengong-bengeong karena mengangagp nggak ada yang bagus dalam otak orang Indonesia. ”Daya kreatifitasnya rendah, nggak memproduksi teknologi apapun kok dijual mahal,” kata dokter asal Jepang. Dokter C menjawab dengan diplonatis bahwa otak orang Indonesia ini nggak pernah dipakai. ”Otak orang Indonesia masih orsinil, karena nggak pernah dipake,”kata Dokter C. Singkat cerita, otak Indonesia laku keras karena masih orsinil.
Mungkin pembaca sudah pernah mendengar atau membaca anekdot tadi. Jelas sekali bahwa bangsa ini---melalui anekdot-- tadi disindir sebagai bangsa yang tidak mau menggunakan otaknya untuk membangun negeri. Itulah sebabnya, kemiskinan seolah sudah mendarah daging di negeri ini. Padahal sudah sejak lama bangsa ini dikenal sebagai daerah yang gemah ripah loh jinawi.
Arinya, bumi pertiwi ini telah dihadiahi tanah subur, jumlah penduduk yang besar dan kaya akan sumber daya alam oleh Allah SWT. Bahkan, saking suburnya tanah di negeri ini, ada yang berkelakar membuang biji salak di belakang rumah pun akan tumbuh dengan sendirinya tanpa ada maintenance dari empunya kebun di belakang rumah. Yang empunya kemudian tinggal memetik buahnya.

Namun kenapa masih bertebaran kaum papa di negeri ini? apakah ini tanggung jawab pemerintah dan kita menunggu belas kasihan dari pemerintah? Sebagai kaum muslimin, tentunya akan lebih memilih bagaimana bekerja keras untuk menutupi kemiskinan ini daripada menunggu program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.

Persoalannya, dalam hemat saya, budaya bangsa ini tampaknya tidak mendukung dalam upaya menumbuhkan kepercayaan diri untuk menjadi kaya. Sejak dini kita sudah dibiasakan agar terjadi proses pemiskinan terhadap diri sendiri.

Pemiskinan dapat diartikan suatu proses yang berlangsung secara sistematis dan terus menerus sehingga seseorang menjadi miskin dan itu terjadi bukan kehendaknya. Seperti yang dibedah dalam edisi ini secara tidak sadar telah menjangkiti relung-relung mental kita. Sehingga, bisa ditemukan dalam lingkungan kita, terutama saat BLT mulai dicairkan, sebagian saudara kita lebih bangga menjadi miskin dan berlomba-laomba mendapat dana 300 ribu rupiah. Padahal jika ditelisik lebih jauh dan ini adalah fakta di kampung halaman saya, ada beberapa warga tersebut telah berkecukupan secara materi. Sekali lagi, bangsa ini ternyata lebih suka disebut miskin daripada kaya.

Mental Inlander

Sebagai kaum muslimin, kita hendaknya membuang mental-mental inlander seperti ini. Tdak ada negara yang bisa maju jika rakyatnya merasa miskin kreatifitas . Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Pertama, janganlah mengukur rizki yang kita peroleh dengan besaran uang saat ini, karena ada keuntungan psikologis yang terus lekat menjadi kekayaan sejati setelah anda berbuat penuh makna bagi kehidupan sesama. Ketiga, biasakan merenung bila mulai jadi pengeluh dan peminta-minta, agar engkau menemukan kebesaran hati dan kepercayaan diri untuk menjadi makmur penuh syukur. Keempat, ikhlaskanlah apa yang kita miliki bila terpaksa harus hilang atau diambil seseorang, karena besarnya kekayaan ditentukan oleh seberapa besar rasa ikhlas kita.
Kelima, berbagi rahasia sukses dan pikiran positif kepada siapapun yang membutuhkan agar banyak orang termotivasi dan dapat meraih keberhasilan dalam hidupnya.[]

Tidak ada komentar: